Makalah Makanan Khas daerah Aceh
Kuah Blang
Disusun
Oleh:
1. Asmaul Husna
2. Fiki Amalia
3.Husnul Mufida
4. Varagita Rizvina
SMAN
10 FAJAR HARAPAN
TAHUN AJARAN 2014/2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Makanan khas merupakan identitas
suatu daerah yang dapat membedakan keberadaan dengan daerah lain. Begitu juga
keberadaan makanan khas suku bangsa Aceh yang berbeda dengan makanan khas dari
daerah lain di Indonesia. Kekayaan kuliner Aceh diwariskan dari generasi ke
generasi hanya dengan lisan sehingga sukar untuk dapat diketahui secara pasti
kapan keberadaan makanan khas tersebut di Aceh, salah satunya kuah blang.
Kuah Blang adalah salah satu makanan
khas aceh dan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh saat menyambut musim
tanam padi tiba. Sebelum dimulainya waktu turun ke sawah, terlebih dahulu
diadakan selamatan memohon kepada Yang Maha Kuasa supaya hasil padinya bagus,
jauh dari gangguan hama dan memenuhi panen seperti yang diharapkan. Hajatan ini
dinamakan Kenduri Blang (selamatan turun ke sawah). Masyarakat akan menyembelih
seekor sapi atau kerbau sesuai dengan kemampuan masyarakatnya dan dimasak
dengan bumbu khas kuah blang di dalam belanga besar. Kemudian hidangan ini akan
disantap bersama-sama. Hingga kini, kuah blang menjadi menu utama disetiap
acara selamatan, hajatan, pesta perkawinan dan kegiatan-kegiatan perayaan
lainnya. Bisa dikatakan, bila tidak ada menu kuah blang, maka belum dikatakan
lengkap acara hajatan tersebut
B. Rumusan
Masalah
a) Bagaimana
sejarah salah satu masakan khas sumatera (aceh)
b) Bagaimana
tata cara tradisi kenduri blang di Aceh
c) Bagaimana
resep makanan kuah blang
C. Tujuan
a) Mengetahui
sejarah salah satu masakan khas Sumatera (Aceh)
b) Mengetahui
tata cara tradisi kenduri blang di Aceh
c) Mengetahui
resep makanan kuah blang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Sejarah kuliner di belahan dunia
manapun, kolonialisme, penjelajahan dan arus perdagangan memegang peranan yang
sangat besar dalam pertukaran budaya termasuk pertukaran kuliner. Penjelajahan
Marcopolo mencapai Cina, menyerap budaya makan mie dan membawanya ke Italia
untuk menjadi spagheti. Belanda yang menjajah Indonesia membawa pengaruh
kuliner berupa bistik sampai budaya makan ala Rijstaffel. Tahun 1600 an, dunia
perdagangan telah menghantarkan para pedagang dari Gujarat (India) masuk ke
negara kita. Sebenarnya mereka bukan orang Gujarat asli, mereka orang-orang
asli daerah Jazirah Arab yang berlayar untuk berdagang dan menyebarkan Islam.
Dalam pelayarannya mereka sempat singgah dan menetap di Gujarat untuk beberapa
lama (sekaligus menyerap kebudayaan termasuk kuliner), lalu sebagian tinggal
disana dan sebagian melanjutkan pelayarannya hingga masuk ke Indonesia. Tempat
pertama di Indonesia yang mereka singgahi tentu saja Aceh sebagai titik
transfer pelayaran Asia Tenggara. Di Aceh mereka juga sempat tinggal beberapa
lama, berdagang dan menyebarkan Islam, sebagian tinggal di Aceh dan sebagian
lagi melanjutkan pelayaran menyusuri sepanjang pesisir barat Sumatera, terus ke
Jawa. Di Aceh, khususnya Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie dan sebagian wilayah
Aceh Barat, Kuah Blang (gulai sawah) merupakan menu kuah daging yang sangat
khas.
Di Aceh banyak terdapat
warung-warung dan restaurant yang menyajikan menu khas kuah blang dari daging
kambing (bu sie kameng kuah blang). Bahkan, banyak warung yang hanya khusus
menyediakan daging kambing saja tanpa ada menu-menu lainnya. Warung-warung
tersebut banyak ditemui hampir diseluruh pelosok wilayah Aceh.
B. Tata
Cara Tradisi Kenduri Blang di Aceh
Khonduri Tron U Blang dilakukan
dalam tiga tahapan yaitu menjelang turun ke sawah, ketika padi berbuah, dan
sesudah masa menuai. Dalam tiap tahapan, upacara tradisional digelar dengan
maksud dan tujuan berbeda yang saat ini dapat kita tinjau dalam konteks
kemodernannya.
Diawali dari keinginan mengangkat
adat budaya turun ke sawah yang secara turun temurun dilakukan, kenduri blang
di Aceh Tamiang masih dilaksanakan hingga sekarang. Adat turun ke sawah ini
merupakan tradisi bagi petani yang akan memulai menanam padi.
Zaman dahulu adat ke sawah yang
akrab dikatakan kenduri blang ini merupakan tradisi yang harus dilakukan oleh
sekelompok komunitas petani. Sebagai sebuah tradisi turun temurun, tentu
dimungkinkan perbedaan upacara adat tersebut antara zaman dulu dengan sekarang.
Tulisan ini memotret adat kenduri blang masa kini di salah satu kampung dalam
Kabupaten Aceh Tamiang. Secara khusus cerita ini merupakan rutinitas sebuah
kelompok tani “Paya Tualang” di kampong Paya Meta, Kecamatan Karang Baru,
Kabupaten Aceh Tamiang. Kelompok ini merupakan salah satu kelompok tani yang
masih mengadakan acara adat kenduri blang.
Asal usul kenduri blang atau
khanduri blang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Tradisi ini dilakukan untuk
peusejuek bibit yang akan diturunkan setiap tahun (tahun yang akan dilakukan
penanaman padi). Sebelum kenduri, terlebih dahulu mufakat persiapan kenduri
oleh kelompok tani tersebut secara patungan (meuripe-ripe). Hasil patungan ini
untuk persiapan pelaksanaan. Biasanya mereka sembelih ayam dan menyediakan nasi
bungkus atau bu kulah. Dalam tata caranya, penyembelihan ayam tersebut harus di
sawah. Menurut keyakinan masyarakat disana, hal itu dilakukan sebagai isyarat
darah ayam agar petani selamat dari alat-alat yang tajam seperti cangkul,
tajak, babat, dan sebagainya. Dalam kenduri blang itu juga dilakukan baca surat
yaasin sekali tamat dan doa semoga tanaman padi tahun ini berkah hingga dapat dizakatkan.
Usai pembacaan yaasin dan do’a bersama, dilakukan tepung tawar dan alat-alat
bibit pada tani. Tepung tawar atau peusijuek juga dilakukan pada petaninya.
Alat-alat yang digunakan pada peusijuek antara lain, berteh (padi yang di
gongseng hingga mengembang) digunakan supaya ringan padi keluar, sebutir telur
ayam kampung, ini dipercaya sebagai kepala obat. Seikat daun peusijuek,
digunakan supaya padi mudah berkembang biak.
Jika padi sudah tumbuh dara, petani
berkumpul mufakat melakukan kenduri bubur. Hal ini dilakukan agar padi
terhindar dari serangan hama seperti ulat dan hama lainnya. Namun sekarang hal
ini sudah jarang dilakukan oleh komunitas petani. Ketika padi sudah mulai
berisi biasanya diadakan kenduri. Kali ini kenduri rujak dengan membaca yaasin
dan do’a.
Menurut kisah orang-orang kampung,
kenduri semacam itu dilakukan atas kepercayaan masyarakat bahwa padi dahulunya
adalah seorang putri. Perumpamaan dilukiskan sebagai seorang wanita yang sedang
hamil dan memiliki keinginan yang disebut sebagai ngidam makanan asam-asam.
Maka rujak jadi pilihan. Jika dilihat sekarang hampir semua petani menggunakan
pestisida untuk menghindari serangan hama. Namun, petuah orang-orang terdahulu
untuk menghindari serangan hama, petani menggunakan ranting buluh gading yang
masih hidup, daun pinang kuning, daun puding, dan daun ara emas. Daun-daun itu
diikat menjadi satu dan ditancapkan ditengah-tengah sawah. Hal ini dilakukan
agar terhindar dari serangan hama seperti ulat, tikus, dan hama lainnya tidak
berani mendekat.
Pantangan-pantangan bagi petani agar
tidak ke sawah menurut kelompok tani ini adalah hari jumat, hari rabu terakhir
(rabu abeh) tiap bulan, wanita yang sedang haid. Selain itu di sawah juga
dilarang berbicara takabur. Mereka juga yakin manfaat dilakukan kenduri blang
antara lain pertama, mengetahui berapa banyak kelompok penanaman padi di sawah
dan perencanaan penanaman padi. Kedua, megadakan gotong royong secara
bersama-sama. Ketiga, mengadakan peraturan pantangan-pantangan di sawah, hal
ini dilakukan agar semua petani menjaga pantangan-pantangan secara
bersama-sama. Keempat, mengadakan peraturan penanaman, hal ini dilakukan untuk
menghindari agar tidak ada petani yang terlambat menana padinya. Apabila ada
salah satu petani yang terlambat menanam padi, ditakutkan nantinya padi yang
ditanamnya akan ketinggalan panen, yang mengakibatkan padinya akan lebih mudah
terserang hama.
Tata cara bertani yang dilakukan
oleh kelompok tani adalah jika telah sampai waktu panen, pemanenannya dimulai
pada hari Kamis, lebih baik lagi dimulai pada saat bulan sedang naik. Padi
diambil sebanyak tujuh tangkai sebagai tanda menjemput semangat padi dan dibawa
pulang ke rumah untuk diselipkan diatas atap. Setelah itu baru padi dipanen
semua. Jika hasil mecapai 100 kaleng, padi itu wajib dizakatkan 10 kaleng.
Zakat itu dibagika kepada fakir miskin yang berada di kawasan penanaman padi
dan daerah tempat tinggal si petani.
a) Menjelang
Turun ke Sawah
Sebelum masa penanaman benih
dimulai, dikenal satu tradisi yang disebutKhanduri ulee Lhueng atau Babah
Lhueng yang dilaksanakan pada saat air dimasukkan ke dalam alur pengairan,
dipimpin oleh seorang Kuejren Blang dengan melibatkan para petani yang memiliki
areal persawahan di daerah tersebut. Upacara ini biasanya diselenggarakan
secara masal. Dalam upacara ini dilaksanakan ritual berupa penyembelihan hewan
seperti kerbau dan kambing pada Babah Lhueng atau mulut parit pengairan menuju
lahan, sehingga darah yang mengalir ke parit mengalir bersama air ke
lahan-lahan persawahan miliki petani tadi. Menurut petani, berkah dan doa yang
diucapkan agar benih padi yang mereka tanam nantinya akan tumbuh subur dan
mengalir melalui media darah ke setiap petak sawah yang ada. Seperti yang kita
temuai saat ini, pupuk-pupuk tanaman yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian
pada umumnya, seperti penggunaan pupuk urea dan pupuk berbahan kimia lainnya,
semuanya diberikan pada masa pertumbuhan hingga masa panen dengan hitungan
waktu masing-masing. Sedangkan pada awal, sebelum masa tanam tidak ada pupuk
tertentu yang diberikan untuk pengolahan media tanah. Saat itulah darah hewan
bekerja memperkaya unsur-unsur hara di dalam tanah. Namun bila dipandang dari
sisi lain, darah kambing atau kerbau juga memiliki fungsi lain pada tahap
sebelum penanaman. Darah hewan sebenarnya dapat juga menyuburkan sawah. Dapat
diperhatikan saat ini kaum ibu yang suka menanam bungan di halaman rumah sering
menyiram bunganya dengan air basuhan ikan yang mengandung darah, air tersebut
dipercaya dapat menyuburkan tanaman sehingga tanaman mereka akan lebih hijau
dan cepat berbunga. Demikian juga dengan darah kerbau yang mengalir ke lahan
persawahan tentu dapat membantu menyuburkan tanah yang sebentar lagi akan di
tanami padi. Para petani sering dikarakteristikan sebagai masyarakat gotong
royong. Mereka bergotong royong sejak sebelum padi ditanam. Sebagaimana
tergambar dalam upacara Tron U Blang ini, mereka bekerja bersma-sama
menyelenggarakan upacara untuk sawah mereka. Bersama-sama menyediakan hewan
penyembelihan, memasak dan menyediakan lauk-pauk lainnya untuk melengkapi
khanduri di lokasi upacara. Untuk itu dibutuhkan tempat yang lebih luas seperti
lapangan di dekat areal perswahan atau lahan persawahan itu sendiri yang berada
ditengah sebelum penanaman. Biasanya di daerah-daerah tertentu memang ada satu
lahan yang dibiarkan untuk tempat penyelenggaran Khanduri setiap tahunnya. Di
lahan itu ditanam pepohonan yang rindang yang kemudian dapat dijadikan tempat
berteduh dan beristirahat bagi petani. Tidak itu saja, lahan itu juga bisa
dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengumpulkan padi yang telah dipanen (Phui
Pade) sebelum digirik. Kemudian disitu pula kaum ibu dapat membantu
mengangin-anginkan, membersihkan dan menyiangi padi, setelah itu baru dibawa
pulang. Selesainya upacara Tron U Blang tersebut merupakan pertanda bahwa lahan
atau tanah telah siap menerima benih baru, masa tanam dapat segera
dilaksanakan. Makna lebih dalam dari hal ini adalah agar para petani dapat
dengan serentak menggarap lahan persawahannya sehingga nanti dapat pula saling
menjaga dan mengawasi padinya bersama-sama atau paling tidak setiap proses
mulai masa tanam hingga masa panen dapat terus dilaksanakan bersama-sama,
mengeluarkan zakat bahkan hingga dapat menikmati hasilnya. Nilai kekeluargaan
yang tumbuh menjadi begitu kental terasa di sawah dan terbawa pulang sampai ke
lingkungan rumah dan sosial masyarakat.
b) Masa
Padi Berbuah
Pada tahap berikutnya, setelah masa
tanam tepatnya setelah padi setengah umur yaitu ketika batang padi membulat, biji
padi mulai berisi atau biasanya disebut masa bunting/dara ada lagi ritual yang
harus dijalankan. Namun pada umunya tidak lagi diselenggarakan bersama-sama.
Khanduri hanya dilakukan oleh keluarga petani yang memiliki kemudaha/rezeki
untuk melaksanakannya. Tapi biasanya khanduri tetap dilakukan walaupun secara
sederhana. Bagi mereka yang ekonominya lemah dapat melaksanakanya dengan
memberi makan seorang yatim dengan sekali waktu. Upacara tahap kedua ini
dikenal dengan istilah Geuba Geuco dimana dalam ritual pelaksanaan upacaranya
dilaksanakan di kuburan yang dianggap keramat. Hal itu dimaksudkan agar padi
terhindar dari hama dan penyakit sehingga dapat panen dengan hasil yang baik.
Namun ritual yang satu ini juga telah mengalami pergeseran. Kepercayaan dinamis
seperti yang dilakukan dalam upacara Geuba Geuco ini sudah sangat jarang
ditemui. Sekarang para petani cenderung melakukan hajatan atau syukuran atas
kesuburan padi. Upacara dapat dilakukan di rumah, tetapi ritual itu sendiri
tetap dilakukan di sawah, pada beberapa petak saja yang di peusijuek secara
simbolik. Sementara doa disampaikan untuk seluruh lahan yang punya hajatan.
Tidak ada ketentuan seberapa besar khanduri dilaksanakan, yang jelas tidak
boleh sampai memberatkan si petani karena yang penting adalah niat yang
tulus sebagaimana pendapat para ulama bahwa khanduri boleh dilakukan sejauh
tidak berlebihan, memberi kebaikan dan bermanfaat. Bila dianalisa lebih dalam
khanduri memiliki nilai keagamaan. Bukankah Tuhan menjanjikan rezeki yang berlipat
ganda atas sebuah keikhlasan jadi jika hari ini petani dengan ikhlas membagikan
rezekinya, di hari lainnya Tuhan akan membalasnya dengan menggandaka
keikhlasannya dan bisa saja imbalan itu diberikan melalui padi yang di
tanamnya.
c) Sesudah
Masa Menuai
Tahap kedua usai dan tahap ketiga
menanti. Upacara terakhir adalah khanduri Pade Baro. Upacara ini dilaksanakan
sesudah panen atau setelah kegiatan menuai selesai. Saat itu para petani telah
sedikit berleha-leha karena tugas di sawah baru selesai. Upacara tersebut
dilaksanakan oleh masing-masing petani di rumah mereka dengan tujuan untuk
memperoleh berkah. Artinya setelah imbalan atas keikhlasan diperoleh maka
selanjutnya ia harus mengadakan khanduri lagi agar apa yang ia dapat dalam masa
panen kali ini diberkati oleh Allah SWT, bila hasilnya dijual dan uangkan maka
dapat pula digunakan dengan benar membawa kebaikan lagi bagi si petani dan
keluarganya. Dalam upacara ini digelar kegiatan doa bersama di rumah,
mengundang kerabat dekat, anak yatim dan orang kurang mampu untuk turut
mencicipi padi yang baru di panen itu sebagai suatu wujud kesyukuran atas
rezeki yang telah diberikan Allah SWT kali ini. Berbagi, kata ini mengandung
arti penting dan sangat dalam bagi masyarakat petani. Lihat saja, betapa senangnya
mereka ketika banyak orang dapat mencicipi hasil panennya, padi yang dengan
keringatnya selama berbulan-bulan dijaga dan diperhatikannya kini dapat
dicicipi. Peluhnya seakan terbayar dengan ucapan syukur dari penikmatnya,
karena setelah tamu yang datang merasa kenyang maka kata alhamdulillah mewakili
doa yang paling makbul akan kesyukuran. Dari setiap kata itu megalir pula
harapan semoga panen di usim tanam yang akan datang hasilnya akan lebih baik
lagi. Tradisi ini memang tidak dilaksanakan secara serentak, bila ada beberapa
orang hendak mengadakan khanduri itu maka waktunya tidak boleh bersmamaan. Oleh
karena itu petani harus memusyawarahkan terlebih dahulu dengan Keujren Blang,
Imum Meunasah dan Keuchik untuk menentukan waktunya. Sebenarnya meskipun setiap
petani memuali masa tanam secara bersamaan, masa panen dapat saja berbeda
karena tingkat kesuburan tanah, bibit yang ditanam dan pupuk yang digunakan
berbeda. Tapi perbedaan itu tentu saja tidak begitu mencolok. Dengan begitu,
saudara, tetangga dan kerabat yang tinggal di desa yang sama yang datang tidak
bingung kemana harus menghadiri undangan. Satu waktu makan di satu tempat
tentunya lebih berkah daripada satu waktu makan di banyak tempat. Hal lain yang
tak kalah penting di upacara tahap ketiga ini adalah menunaikan zakat. Bagi
hasil panen yang telah sampai hasil hisabnya diwajibkan membayar zakat,
sehingga tamu penting yang seharusnya diundang dalam upacara ini adalah
pengurus zakat di desa yang bertugas menerima zakat. Selesainya penyerahan zakat
maka berakhir pula tugas petani untuk satu kali masa panen. Dan rentetan
upacara ini akan terus diselenggarakan setiap kali petani menggarap sawahnya
mulai masa tanam sampai masa panen, begitu seterusnya. Namun bila setelah
ritual dilaksanakan hasil panen memburuk, apakah itu karena ritual yang tidak
benar ? belum tentu, upacara mengandung nilai-nilai yang abstrak. Sedangkan
kenyataannya sangat bergantung pada ketelatenan petani dalam mengelola
persawahannya. Tawakal bukan berarti menanti tanpa usaha. Panen yang melimpah
tidak didapat hanya melalui tapi juga jerih payah si petani yang terus berusaha
menyuburkan sawah-sawahnya dengan cara-cara yang logis, sementara upacara hanya
media yang membantu mewujudkan impian petani menjadi nyata, yaitu memperoleh hasil
panen yang melimpah.
C. Resep
Kuah Blang
Bumbu :
a) Bawang
putih 4 siung
b) Cabe
merah 6 siung
c) Cabe
kering 10 buah
d) Kunyit
hidup seibu jari
e) Kunyit
kering 2 sendok
f) Ketumbar
masak halus 6 sdm
g) Ketumbar
mentah halus 4 sdm
h) Kelapa
goreng ½ ons
i) Merica
½ sdm halus
Bahan :
a) Daging
kelas 2 => 1 kg
b) Bawang
merah 1 ons
c) Kelapa
¼ buah
d) Asam
jawa 3 sdm (dalam bentuk cair)
e) Serai
2 batang
f) Jahe
seibu jari
g) Lengkuas
seiris
h) Daun
temurui/ daun kari secukupnya
i) Garam
secukupnya
j) Pisang/nangka
secukupnya
Cara membuat :
a) Haluskan
bumbu lalu campur dengan daging agar bumbunya meresap serta tambahkan garam
secukunya.
b) Kelapa
digiling kasar, bawang merah di rajang, lengkuas dan jahe diketok hingga pecah.
c) Kemudian
bahan dicampur dengan daging yang telah dilumuri bumbu kecuali bawang merah
yang telah di rajang, tambah air secukupnya lalu masak hingga matang.
d) Pada
saat kuah mulai mendidih, masukkan bawang merah yang telah di rajang, kemudian
saat menjelang matang tambahkan pisang/ nangka sesuai selera.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi tron u blang adalah salah
satu tradisi dari aceh yaitu tradisi saat memulai turun kesawah, menanam padi
sampai memanen padi dan itu biasa dilakukan pada petani di daerah tersebut.
Kuah blang adalah makanan khas petani Aceh yang selalu disajikan pada saat
tradisi tro u blang dan makanan ini berupa kuah daging ayam di campur dengan
nangka yang disajikan dengan nasi bungkus.
B. Saran
Tradisi peninggalan nenek moyang,
khususnya di Aceh yaitu tradisi tron u blang harus di lestarikan dam harus
dilaksanankan agar khususnya budaya Aceh umumnya budaya Indonesia tetap terjaga
dan tidak hilang terkikis oleh zaman.
Comments
Post a Comment